March 26, 2007
Wajah Baru Maribaya di Hari Raya
Pikiran Rakyat
Minggu, 23 Nopember 2003
MARIBAYA berasal dari nama seorang perempuan sangat cantik yang menjadi sumber kehebohan bagi kaum laki-laki. Saking terpesona oleh kecantikannya, pemuda-pemuda di kampungya sering cekcok sehingga sewaktu-waktu bisa terjadi pertumpahan darah.
ITULAH gambaran keindahan Maribaya tempo dulu. Karena keindahan dan kenyamanan wilayah itu, lokasi pemandian air hangat itu diabadikan dengan nama Maribaya. Keelokan pemandangan disertai desiran air terjun digambarkan bagai seorang gadis cantik jelita yang membuat setiap pemuda bertekuk lutut. Namun, apakah objek wisata Maribaya saat ini masih seperti dulu yang membuat setiap orang ingin menyambanginya?
Sejak mulai dikembangkan tahun 1835 oleh Eyang Raksa Dinata, ayah Maribaya, lokasi objek wisata itu berhasil mengubah kehidupan Eyang Raksa Dinata yang sebelumnya hidup miskin menjadi berkecukupan. Banyak orang yang berkunjung ke tempat tersebut. Mereka tidak hanya datang untuk berekreasi menghirup udara segar alam pengunungan dan perbukitan, tetapi banyak juga yang berobat dengan cara berendam di air hangat.
Eyang Raksa Dinata yang sebenarnya hanya ingin menghindari pertumpahan darah di kampungnya, malah mendapat berkah kekayaan setelah mengelola sumber air panas mineral yang dapat dipergunakan untuk pengobatan itu. Keluarga Maribaya memperoleh penghasilan dari para pengunjung yang datang berduyun-duyun.
**
MARIBAYA dengan luas sekira 5 ha dan berada di atas ketinggian 1.100 m di atas permukaan laut (dpl) terletak di Kec. Lembang Kab. Bandung yang jaraknya sekira 22 km dari pusat Kota Bandung. Letaknya berada di sebuah lembah yang punya sumber air panas mineral yang mengandung belerang dengan suhu panas sekira 20 s.d. 40 derajat C.
Dikelilingi hamparan pemandangan alam yang indah permai ditambah keadaan geografis Lembang yang sangat baik, membuat situasi Maribaya selalu sejuk. Temperatur rata-rata di Maribaya 10 s.d 21 derajat C. Namun, dengan segala pesona kecantikan alam yang sangat luar biasa itu, kondisi Maribaya saat ini bak bumi dengan langit dibandingkan masa lalu. Maribaya yang dulu sempat menjadi penopang hidup pengelolanya, kini justru membuat pemiliknya yaitu Pemkab. Bandung harus merogoh uang untuk mengambalikan kejayaanya itu.
Maribaya sejak awal 1980-an sudah mulai menunjukkan kematiannya terutuma sejak berkembang objek wisata Sari Ater di Ciater Subang yang juga menyajikan pemandian air panas disertai hamparan panorama indah. Hanya, letak Sari Ater jauh lebih strategis karena berada di jalan raya Bandung-Subang. Pengunjung tak perlu repot-repot sengaja masuk ke jalur wisata dan melewati Pasar Lembang yang semrawut, seperti jika hendak mengunjungi Maribaya.
Bukti ketertiduran Maribaya dapat dilihat dari besarnya pemasukan yang baru tercapai sekira 50% dari target Rp 180 juta selama 2003. Target itu kiranya sulit tercapai mengingat saat ini sudah sampai di pengujung tahun.
Dilihat sepintas saja, penginapan dan kamar rendamnya terlihat sudah kusam. Bahkan, seprai di penginapan itu ada yang berasal dari tahun 1980-an. Bayangkan, sudah belasan tahun. Kita tentu bertanya, sudah sebegitu meranakah Maribaya? Tentu, hal itu jauh berbeda dengan dulu saat Maribaya bagaikan putri yang selalu dikejar-kejar pemuda. Maribaya kini tak lebih dari sebuah pesona kecantikan alam dengan segudang potensi yang sedang "tidur".
Bukan itu saja, air Sungai Cigulung -- satu dari sungai yang melewati Maribaya -- seringkali berwarnra keruh saat musim hujan akibat erosi tanah di hulunya. Penggundulan hutan yang tak terkendali akhir-akhir ini membawa dampak buruk bagi kualitas air sungai yang melewati Maribaya. Meskipun tak terlalu parah, satu sungai lainya yaitu S. Cikawari juga mulai berwarna keruh.
Selain Minggu dan Sabtu, Maribaya nyaris tak ada pengunjung, paling hanya ada satu dua mobil yang datang. Segala fasilitas wisata seperti kolam renang dan kamar rendam air panas, pemandangan alam, air terjun yaitu Curug Cigulung, Cikawari serta Koleang, penginapan, tempat bermain anak-anak, kios cendera mata, bungalow, bar dan restoran, nyaris tak berkembang.
**
MENYADARI akan ketertiduran potensi kecantikan alam Maribaya yang segudang itu, Pemkab Bandung -- dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kab. Bandung -- menargetkan Maribaya pada 2004 sudah bisa "menggeliat" lagi seperti dulu di saat nama besarnya masih "berkumandang". Sebagai tahap awal, dalam rangka menyambut liburan Idulfitri 1424 H, Disbudpar Kab. Bandung sedang membangun bendungan untuk menampung air panas. Air panas penuh khasiat yang di masa lalu menjadi andalan Maribaya, kini seringkali tak bisa termanfaatkan akibat terbawa aliran arus dingin S. Cigulung dan Cikawari.
Oleh karena itu, pembendungan air sungai itu diharapkan mampu menaikkan air panas ke permukaan sehingga bisa dinikmati pengunjung. "Jika sungai dibendung, air panas akan naik, sedangkan air dingin berada di bawah karena berat jenis air panas lebih ringan dibandingkan air dingin," kata kepala Disbudpar Abas Bastari yang akrab dipanggil Kang Abas.
Kang Abas menegaskan projek pembendungan air S. Cigulung dan Cikawari yang merupakan hulu S. Cikapundung itu akan selesai menjelang Idulfitri 1424 H tiba. Projek pembendungan itu sebagai titik awal kebangkitan Maribaya untuk mencapai masa keemasannya seperti dulu.
Prioritas pembangunan bendungan itu karena titik awal keterkenalan Maribaya adalah sumber air panasnya yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Oleh karena itu, pengembalian keberadaan air panas itu harus dijadikan prioritas. Sambil membuat bendungan, Kang Abas juga mengatakan bahwa pihaknya akan segera membenahi segala fasilitas lainnya. "Pokoknya, sebagai tahap awal, segala fasilitas Maribaya di akhir tahun 2003 ini sudah layak kunjung sehingga bisa diandalkan dalam menyambut Idulfitri, liburan sekolah, dan Natal, serta tahun baru. Nah, pengembangan pada tahap awal itu akan terus dilakukan hingga tahun 2004," katanya.
Bukan itu saja, Kang Abas juga mengatakan di Maribaya pun akan diadakan pergelaran seni dan budaya Sunda. Jadi, pengunjung itu tak hanya bisa menikmati keindahan alam Maribaya, tetapi juga seni dan budayanya. Sambil melepas kepenatan di kala memandang keindahan atau berendam air panas, pengunjung pun akan diiringi suara tetabuhan alat musik Sunda.
Namun, usaha Disbudpar itu tentu juga harus dibarengi usaha dari pihak-pihak lain, rehabilitasi hutan di seluruh Jabar termasuk di Bandung Utara yang sedang digalakkan diharapkan mampu meminimalkan erosi di S. Cigulung dan Cikawari. Dengan demikian, bukan tak mungkin keduanya bakal jernih kembali seperti masa lalu.
Jadi, pada tahun 2004, Maribaya kembali sudah bisa menjadi salah satu wisata unggulan di Jabar. Maribaya harus bisa dijadikan sumber penghasilan yang signifikan bagi Kab. Bandung. Bukankah Maribaya pada tahun 1835 -- saat pertama kali dikembangkan -- bisa mengubah hidup pengelolanya, Eyang Raksa Dinata yang hidup melarat menjadi kaya raya? Tentu, Pemkab Bandung sebagai pengelola Maribaya di era komputerisasi ini diharapkan mampu mengulang kejayaan leluhurnya itu.
Kejayaan Maribaya sebagai salah satu aset di tatar Priangan yang diciptakan Tuhan ketika sedang tersenyum sudah selayaknya dibangkitkan kembali. Bukankah sejarah selalu berulang? (Handiman/"PR")***
Sebelum berkunjung ke Maribaya, saya sarankan anda untuk membuka alamat berikut"
Peta Lokasi
Galeri Foto
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment