March 26, 2007
Saung Angklung Udjo
Miniatur Kampung ”Urang” Sunda
Pikiran Rakyat, Jumat, 05 Januari 2007
TIUPAN angin menerpa daun bambu. Suaranya terdengar gemerisik. Bau tanah basah terkena cahaya matahari, meruapkan aroma alam ke udara. Anak-anak tampak riang memainkan angklung. Sedangkan di luar panggung, rumah-rumah bambu siap memberikan kehangatan tropis alam pedesaan. Itulah suasana Saung Angklung Udjo (SAU) yang dapat Anda kunjungi, sekadar untuk melepas lelah sejenak sembari menikmati nuansa alam dan tradisi.
SAU terletak di Jln. Padasuka Bandung, mengarah ke timur dari pintu tol Pasteur-Pasupati. Meski keberadaannya sudah 39 tahun, belum banyak masyarakat yang bertandang ke tempat ini. Apalagi bila dibandingkan dengan angka kunjungan ke factory outlet (FO) yang saban hari dipadati pengunjung.
Tak ayal, masih banyak wisatawan nusantara yang belum mengenal secara dekat bagaimana suasana dan nuansa di SAU. Seperti diakui sebagian besar peserta "Corporate Gathering 2006" Holiday Inn yang mengikuti perjalanan wisata ke tempat ini, akhir pekan lalu.
Hampir 70 persen dari 300 peserta perjalanan ini, mengaku belum pernah datang ke SAU. Padahal, para peserta sebagian besar berasal dari Bandung dan sisanya berasal dari Jakarta. Yang notabene sudah sangat sering datang.
"Saya belum pernah ke sini, tetapi luar biasa, tempatnya sangat exciting. Nuansa alam yang kita dapatkan di sini, berbeda banget dengan keseharian kita," ujar Yati, sekretaris sebuah perusahaan garmen yang ikut serta pada perjalanan tersebut.
SAU berdiri sejak Januari 1967, dan dibangun atas dasar ungkapan cinta serta dedikasi pasangan suami istri Udjo Ngalagena dan Uum Simiati Udjo, terhadap kesenian tradisi angklung. Angklung merupakan alat musik terbuat dari bambu yang dimainkan dengan cara digoyangkan.
Sebagai tempat wisata alam bernuansa seni tradisi, SAU bukan saja mempersembahkan berbagai pertunjukan seni kepada pengunjung. Mulai dari pertunjukan seni angklung, arumba, tari-tarian, wayang golek, sampai kaulinan barudak (permainan anak-anak).
Uniknya, di tempat ini Anda akan menjadi bagian dari sebuah konser angklung SAU. Dengan beberapa petunjuk praktis yang diarahkan langsung pembawa acara, Anda dapat memainkan beberapa lagu. Mulai dari lagu-lagu wajib, pop, sampai senandung kenangan dari dalam maupun luar negeri.
Bahkan, dengan sangat akrab, anak-anak kecil yang menjadi bagian pertunjukan angklung SAU mengajak para tetamu untuk menari bersama. Kehangatan inilah, yang oleh sebagian besar pengunjung dirasakan sebagai keramahtamahan orang Sunda. Sebuah ungkapan kebersamaan yang akrab dan "surprise" banget!
"Wow, sangat mengesankan sekali. Dengan mudah saya bisa mengikuti permainannya dan saya pun menjadi bagian dari pertunjukan ini. Back to nature banget!" ujar Wina, peserta dari perusahaan minyak asal Jakarta.
Disampaikan General Manager Holiday Inn Bandung Rully Zulkarnain, tujuan "Corporate Gathering 2006" ini memang untuk mendekatkan member Holiday Inn Bandung terhadap seni tradisi. "Selain tentu saja untuk rehat sejenak dari rutinitas keseharian," demikian Rully.
Rully menyebutkan, peran member sangat besar bagi keberadaan hotel. Lewat merekalah costumer terbina. Member notabene memberikan berbagai informasi brand hotel kepada costumer. "Oleh karena itu, kegiatan seperti ini sudah menjadi agenda tahunan hotel. Sebagai wujud terima kasih kita kepada mereka," imbuhnya.
Keberadaan hotel memang sangat mendukung terjalinnya hubungan sinergis dengan tempat wisata. Taufik Udjo, dari SAU menyebutkan, sebelum terjadi peristiwa Bom Bali, hampir 95 % turis yang datang ke SAU berasal dari mancanegara. Sedangkan sisanya atau 5 % merupakan turis domestik dalam negeri.
Itu pun bukan sengaja datang ke SAU sebagai turis, tetapi sebagai guide ataupun operator yang menemani turis mancanegara berkunjung ke SAU. "Jumlah wisatawan dalam negeri memang minin sekali yang datang ke sini," ujarnya.
Akan tetapi, kondisi ini berbanding terbalik pascaterjadinya bom Bali. Turis asing menyusut drastis. Namun, berkat hubungan sinergis antara hotel dan tempat wisata, angka kunjungan wisatawan domestik ke SAU dari hanya 5 % melambung menjadi 50 % dari angka kunjungan total. "Jadi, sekarang perbandingannya sudah fifty-fifty, antara turis asing dan domestik," demikian Taufik.
Taufik berharap dengan semakin banyak perusahaan-perusahaan hotel yang mengajak member maupun costumernya mengunjungi wisata tradisi seperti SAU, akan semakin terbuka lebar kesempatan Kota Bandung khususnya dan Indonesia umumnya, mengenalkan berbagai kesenian dan tradisi yang menjadi ciri khas suku bangsa Indonesia.
Sesuai dengan kepentingan tersebut, keberadaan SAU tidak lagi sebatas panggung pertunjukan angklung. Tetapi sebagai miniatur kampung urang Sunda. Sebab di tempat ini, pengunjung dapat pula menyaksikan bagaimana proses pembuatan angklung dan handycraft lainnya yang berbahan dasar bambu.
Santapan yang dipesan pun, beragam jenisnya. Mulai dari makanan Kampung Sunda sampai sajian sekelas hotel berbintang. Bahkan, semua sarana dan prasarana penunjang SAU diarahkan pada standar internasional tanpa menghilangkan unsur kesundaannya.
Di bagian depan SAU, tersedia aneka souvenir dan cindera mata. Seperti angklung mini, wayang golek, kain batik, lukisan, dll. Dengan souvenir-souvenir cantik ini, para pengunjung dapat membawanya sebagai buah tangan untuk sahabat dan orang-orang tercinta. Nah, apa lagi? Bila kebetulan Anda merasa jenuh dengan rutinitas keseharian atau bosan dengan semua tempat wisata yang sudah terjajal, tidak ada salahnya sesekali bertandang ke tempat ini. Desau angin dan suara alamnya sangat membetahkan! Airnya pun bening dan dingin. Berminat? Silakan mencoba. (Eriyanti/"PR")***
FOTO RATUSAN murid SD bermain angklung di Saung Angklung Udjo (SAU) Jln. Padasuka Bandung, beberapa waktu lalu. Meski keberadaan (SAU) sudah 39 tahun, belum banyak masyarakat yang bertandang ke tempat ini.*RETNO HY/"PR"
Sebelum berkunjung ke Saung Mang Ujo, saya menyarankan anda untuk melihat Angklung Web Institute.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment